Proses pembelajaran di rumah. (ist)


JOMBANG – Pandemi Covid-19 berdampak sangat besar dalam dunia pendidikan. Hal itu dalam pembelajaran yang harus beralih ke system dalam jaringan (Daring), yakni menggunakan beragam media komunikasi dua arah. Tentunya semua tak dapat dialihkan begitu saja. Sebab dalam dunia pendidikan sentuhan manis guru dalam menempa pembelajaran peserta didik secara langsung masih sangat dibutuhkan.

Sama halnya yang terjadi dalam pembelajaran di Sekolah Luar Biasa (SLB). Tidak dapat begitu saja peserta didik dilepaskan sendiri. Butuh pendampingan bersama dengan orangtua di rumah. Bahkan guru pun harus memutar otak seribu kali lipat agar pembelajaran yang dijalankan dapat optimal dan menuai hasil yang gemilang.

Diakui oleh Guru Kelas I/C1 Tuna Grahita, SLB Negeri Jombang, Ismowati, S.Pd. bahwa dalam mengampu peserta didik di SLB dibutuhkan kecakapann khusus. Tak seperti peserta didik pada umunya, untuk peserta didik yang mempunyai kebutuhan khusus harus disesuaikan kemampuan dan pemberian materinya. Tak ayal ketika berlaku pembelajaran daring, guru mesti pintar menemukan strategi pembelajaran yang tepat. Sekaligus meminta bantuan orangtua di rumah guna menguatkan pembelajaran buah hatinya tersebut.

Pandemi Covid-19 menghempas keceriaan peserta didik di tengah pembelajaran. Tiada terkecuali di SLB yang notabene diisi oleh peserta didik berkebutuhan khusus. Guru mesti mampu menciptakan pembelajaran yang berarti bagi peserta didik. Walaupun dijalankan secara daring tak menimbulkan perbedaan berarti.

“Misalkan saja peserta didik Tuna Grahita. Tak lantas kemudian memberikan pembelajaran begitu saja. Berdasarkan pengalaman kami dibutuhkan sekali pendekatan khusus terhadap peserta didik serta menyelami dunia mereka. Mengingat latar belakang mereka berbeda satu dengan lainnya. Pengalaman yang dihimpunnya pun bermacam-macam dari suka maupun duka. Dengan begitu kami memiliki kedekatan khusus dengan mereka. Hasilnya dalam pembelajaran pun akan berlaku apik dan mampu mengikuti arah serta tujuannya,” terang Ismowati.

Kondisi ini pun dibenarkan oleh rekan sejawat Ismowati, Guru Kelas VII/C Tuna Grahita, SLB Negeri Jombang, Deny Setyawati, S.Pd. Menurutnya, keberadaan guru dengan sentuhan pembelajaran yang mampu membangun kedekatan dengan peserta didik secara berkelanjutan dan harmonis akan berpengaruh besar pada hasil belajarnya. Dicontohkan saat meminta peserta didik Tuna Grahita menulis, di situ guru wajib memberikan perhatian satu persatu dengan penegasan dan mengarahkan tangannya ketika menulis. Tentunya sampai peserta didik mampu melakukannya sendiri.

Baca Juga: Seleksi Calon Kepala Sekolah KTI Harus Kontekstual

Oleh karenanya, Ismowati tidak menngesampingkan peran serta orangtua di rumah. Peran mereka sangat besar dalam membantu pembelajaran peserta didik. Untuk itulah komunikasi dengan orangtua jangan sampai terputus. Orangtua perlu diberikan dasar-dasar dalam mendidik buah hatinya. Sehingga mampu melanjutkan penguatan pembelajaran yang sebelumnya berlangsung daring.

Serangkaian dengan itu, imbuh Ismowati, guru pun akan mendapatkan banyak sekali masukkan terkait kendala yang dihadapi peserta didik. Hal ini menjadi muatan penting bagi guru guna mengefektifkan langkah pembelajaran kedepannya.

Menyesuaikan Alur Kurikulum

Keberadaan kurikulum memang sebagai landasan utama ketika melangkah dalam jagad pendidikan. Selain sudah diterangkan tiap tahap pembelajaran untuk peserta didik, juga ada tujuan daripada pembelajaran tersebut. Dengan begitu guru mampu mempersiapkan materi pembelajaran sekaligus dengan pola langkah penyampaiannya dengan luwes menyesuaikan kemampuan peserta didik.

Pengambilan tugas mingguan bersama dengan wali peserta didik di satuan pendidikan. (ist)

Tak menampik pula saat pembelajaran untuk peserta didik Tuna Grahita, selamanya sesuai dengan pakem yang diterangkan dalam kurikulum tersebut. Keadaan peserta didik sewaktu menerima pembelajaran tentu berbeda-beda, situasi mendasar itu harus dipahami guru di luar kepala.

Ini pulalah yang diamini oleh Guru Kelas III/C Tuna Grahita, SLB Negeri Jombang, Erna Dewi Martina, S.Pd. setiap pembelajaran akan mengalami keadaan peserta didik yang berbeda. Guru mesti cepat menangkap reaksi perubahan itu agar dapat segera mengatasinya dan mengembalikan jalur pendidikan peserta didik dengan tepat.

Pelaksanaan tugas harian dalam bina mandiri peserta didik tuna grahita. (ist)

Erna Dewi Martina menjabarkan, jika di kurikulum menyebutkan “Peserta didik mampu menuliskan kalimat”, maka guru akan menyederhanakan dulu berhasil menuliskan “Kata”. Selanjutnya andaikan sudah banyak perbendaharaan kosakata yang dapat ditulis peserta didik, barulah menginjak pada kalimat.

“Begitu juga dalam penulisan angka, apabila di kurikulum mengharuskan 1 sampai 20, kami cukup 1 hingga 10 saja. Selain menyesuaikan dengan keberadaan kondisi peserta didik, kami tak ingin memberikan tekanan yang begitu mendalam,” urainya.

Perlu diketahui bahwa dalam pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus diperlukan pengetahuan akan situasi dan kondisi mereka. “Meskipun bagi kita menuliskan kalimat maupun angka terlihat sederhana, belum tentu teruntuk mereka. Boleh jadi memberikan tekanan khusus yang sangat memberatkan,” lanjutnya.

PTM terbatas bulan April lalu. (ist)

Guru Kelas II/C Tuna Grahita, SLB Negeri Jombang, Sri Astutik, S.Pd. merasakan sendiri bahwa tingkat kemampuan belajar peserta didik berbeda. Oleh karenanya guru tak diperkenankan menekan dengan ukurannya sendiri.

Sebaliknya guru wajib mengetahuinya. Sehingga dalam pembelajaran menciptakan kenyamanan bagi peserta didik. Lebih lagi saat berlaku pembelajaran daring seperti sekarang, guru wajib mendalami psikologi peserta didik yang terbatas aktivitasnya dan tiada lain harus menciptakan kondisi pembelajaran menyenangakan.

“Tiap kali perjumpaan akan menjadi penantian peserta didik. Pembelajaran pun dapat berjalan dengan menggembirkan dan meningalkan kesan mendalam serta tiada terlupakan oleh peserta didik itu sendiri,” tergas Sri Astutik.

Reporter/Foto: Chicilia Risca Y./Istimewa
Lebih baru Lebih lama