Mantan penjaga rumah kawedanan, Shofiah saat menunjukkan bangunan rumah. (Rabithah)


PLOSO –
Istilah kawedanan bagi sebagian masyarakat terbilang awam, terutama yang menyandang predikat millenial. Padahal apabila ditelisik lebih dalam, istilah kawedanan merupakan salah satu sistem pemerintahan yang pernah masyhur pada masa Hindia-Belanda sampai era reformasi.

Kawedanan merujuk pada kegiatan administrasi pemerintahan yang posisinya berada di bawah kabupaten namun di atas kewenangan kecamatan atau dapat dikatakan sebagai pembantu bupati. Jadi masih maklum apabila generasi millenial tak mengenal kawedanan, sebab status tersebut telah lama dihapus. Meski telah tiada, status kawedanan masih menyimpan beberapa cerita menarik, misalnya sebuah rumah milik mantan pegawai kawedanan yang terletak di Jalan Darmo Sugondo, Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso itu.

Sudah mengalami renovasi, namun rumah kawedanan ini masih terlihat mewah. Sentuhan pagar besi bergaya minimalis terlihat selaras dengan bangunan karena masih dalam tema warna putih.

Tetangga rumah kawedanan, Srianah mengisahkan bahwa dahulunya rumah tersebut milik sesepuh desa bernama Haji Jali yang dibangun kisaran tahun 1938. Lalu pindah tangan pada pria bernama Puji yang merupakan mertua dari Hardono sang wedana. Semasa menjabat pegawai kawedanan, Hardono memerintah wilayah yang mencakup Kabupaten Jombang di sebelah Utara Brantas.

Baca Juga: Nihayatun Ni'amah Kasidah Upaya Siar Agama

Sarinah mengungkapkan, “Hardono yang masih memiliki keturunan kawedanan ningrat pada masa itu senantiasa disegani di desa. Dahulunya di rumah kawedanan itu ia tinggal bersama istri dan keenam anaknya. Meskipun terlihat luas pada sisi depan, namun hanya terdapat beberapa ruang saja di dalamnya. Dua kamar tidur, ruang tengah, dapur, dan kamar mandi. Sementara teras juga difungsikan menjadi ruang tamu rumah.”

Atap rumah kawedanan. (Rabithah)

Mantan penjaga rumah kawedanan, Shofiah menuturkan bahwa dahulu ia di dapuk sebagai penjaga rumah dan merawat istri Hardono yang bernama Sudarmi. Namun rumah tersebut telah di jual pada Pramu yang menjadi pemilik pada kisaran tahun 2010 hingga sekarang (12/10/2021).

Pilar penyangga rumah kawedanan yang masih kokoh. (Rabithah)

“Dari awal berdiri rumah tersebut sudah memiliki nuansa bangunan dengan kiblat arsitektur Hindia-Belanda yang didominasi dengan warna putih. Namun warna putih bukan berasal dari cat, lantaran dari bahan asli gamping sehingga memiliki ciri khas warna putih gading. Bagian dinding terbilang mudah keropos lantaran bahan yang digunakan untuk melekatkan batu bata masih berasal dari tanah liat yang telah diolah,” ungkap Shofiah.

Perabot ruang tamu rumah kawedanan yang di dominasi dengan kayu jati. (Rabithah)

Selain warna putih, rumah tersebut memiliki ciri khas terdapat ornamen patung burung sejenis Elang hinggap dengan gagahnya tepat di atas atap, lanjut Shofiah. Lalu enam pilar persegi sebagai penyangga yang masih berdiri kokoh serta terdapat empat pasang jalur cahaya matahari berwarna hijau dan merah. Ruang tamu yang berada di teras rumah menyimpan perabot meja kursi dari kayu jati yang masih terawat baik.

Tetangga rumah kawedanan, Srianah. (Rabithah)

Kendati sudah mengalami renovasi, namun rumah kawedanan ini masih terlihat mewah. Sentuhan pagar besi bergaya minimalis terlihat selaras dengan bangunan karena masih dalam tema warna putih. Hanya saja yang mejadi pembeda adalah warna cat putih bersih yang sekarang terlihat, bukan lagi putih gading yang merupakan ciri khas awal berdirinya.

Reporter/Foto: Rabithah Maha Sukma

Lebih baru Lebih lama