Proses pencetakan souvenir berbahan resin. (Donny)


JOMBANG – Menjalankan dunia usaha memang bukan perkara sembarangan, tak sebatas memiliki kecakapan komonikasi guna membangun jejaring baik antar pelaku usaha dan konsumen. Melainkan juga tekad serta keuletan guna menghidupi dunia usaha agar senantiasa langgeng di segala kondisi. Seperti halnya yang dilakoni oleh Natalia, seorang pengusaha souvenir kelahiran Dusun Sumberwinong, Desa Banjardowo, Kecamatan Jombang pada 1980 silam. Berawal dari almarhum suaminya yang merupakan seorang perupa dan seniman grafis, lantas turut mengilhami Natalia dalam membuka usaha di bidang souvenir.

“Medio 1997 merupakan masa kejayaan saya dan almarhum suami dalam memproduksi dekorasi rumah, akan tetapi hanya melayani pasar luar negeri khususnya Singapura. Karena pasarnya lebih menjanjikan daripada pasar lokal saat itu. Seiring bergulirnya waktu, saat krisis moneter melanda di tahun 1998, usaha yang saya rintis bersama almarhum suami berangsur surut. Kemudian mencoba berdiri lagi pada tahun 2004-2005 dengan memproduksi pelbagai souvenir baik pernikahan maupun ulang tahun berbahan polyresin dan menamakan rumah produksi kami Java Fiber Souvenir,” ujar Natalia.

Natalia mengaku bersyukur roda usahanya masih berjalan dan mampu berkontribusi pada peningkatan ekonomi sebagian masyarakat Desa Banjardowo yang menjadi pekerjanya.

Natalia menambahkan, bahan dasar berupa Polyresin dipilih karena mudah dibentuk dan lekas kering, sehingga mempercepat pula pengerjaan pesanan souvenir dari banyak daerah, diantaranya: Surabaya, Sidoarjo, Malang, Kediri, Tulungagung, Solo, Jakarta hingga Makassar.

Baca Juga: Saatnya PAS Gunakan Google Form

Natalia mengatakan, “Untuk souvenir berukuran kecil seperti asbak dan gantungan kunci harganya Rp 5.000 bisa diproduksi 200 buah souvenir oleh satu orang pekerja. Sedangkan untuk ukuran sedang atau besar berharga Rp 65.000 diproduksi 15 sampai 45 buah souvenir oleh satu orang pekerja. Selebihnya untuk ukuran motif kita menyesuaikan. Adapun perbedaan kapasitas produksi ini tergantung dari tingkat kerumitan pesanan yang dikehendaki para pemesan.”

Proses pengecatan motif secara manual. (Donny)

Uniknya semua proses produksi souvenir mulai dari asbak, gantungan kunci, dan tempat sabun cair dikerjakan oleh pekerja perempuan terkecuali pengecatan dasar. Bagi Natalia hal ini sengaja dilakukannya karena perempuan lebih bisa diandalkan tatkala merenik tahapan produksi. Kendati bisa cepat dikerjakan, namun kualitas tak sampai di nomor duakan.

Natalia sang pemilik usaha, saat menunjukkan souvenir berupa tempat sabun cair hasil tangan para pekerjanya. (Donny)

Meski sempat terhempas sepinya pemesanan akibat gelombang Pandemi Covid-19, Natalia tidak jera. Sebab bukan kali pertama usahanya ditempa musibah, sepuluh tahun yang lalu, tepatnya di tahun 2010, rumah produksinya di Desa Banjardowo ludes di amuk si jago merah. Jatuh bangun ibu dari dua orang putri dan satu putra ini dalam menjalankan roda usahanya menjadikan buah pelajaran berharga.

Selesai di ukir, souvenir dihaluskan terlebih dahulu sebelum masuk proses pengecatan. (Donny)

Terlepas dari semua itu, Natalia mengaku bersyukur roda usahanya masih berjalan dan mampu berkontribusi pada peningkatan ekonomi sebagian masyarakat Desa Banjardowo yang menjadi pekerjanya.

Pengukiran motif souvenir setelah selesai dicetak. (Donny)

“Penuh syukur semua perlahan kembali pulih. Dari 22 pekerja yang ada sampai hari ini tetap bertahan. Hal ini di didukung perolehan omset Java Fiber Souvenir yang merangkak naik, dari semula 10-20 juta per bulan, kini per akhir November sampai Desember 2021, mencapai 75-100 juta. Mayoritas omset didapat dari pesanan souvenir tempat sabun cair,” urai Natalia.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama