Situs Pandegong tampak atas. (ist)


JOMBANG – Peninggalan masa lampau yang ditemukan pada akhir-akhir ini di Kota Santri, tentunya sedikit banyak telah membuktikan keberadaan masyarakat di masa yang lain daripada sekarang bahkan memiliki periode waktu yang cukup jauh. Melihat dari peninggalannya tersebut maka dapat dikategorikan sebagai benda-benda cagar budaya dengan jenis sebagai situs.

Hal itu dikarenakan lokasi berada di darat maupun di air yang mengandung benda cagar budaya, sebagaimana dijelaskan dalam laman cagarbudaya.kemendikbud.go.id. Adapun jenisnya selain situs ialah benda, struktur, bangunan, serta kawasan. Kesemuanya secara gamblang telah dijelaskan dan dilindungi dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Kegiatan pemetaan zonasi dilaksanakan guna melindungi situs dari ancaman aktifitas manusia yang bersifat destruktif baik dalam konteks pembangunan maupun pemanfaatan lahan dan sekaligus memberikan rambu-rambu dalam pemanfaatannya.

Sementara itu data yang telah dihimpun oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Timur hingga pada 31 Desember 2021 terdapat sekitar 11.425 diduga sebagai benda cagar budaya yang berada di provinsi paling Timur di Pulau Jawa ini. Kemudian yang sangat potensial ditetapkan sebagai benda cagar budaya di tingkat kabupaten sebanyak 271, provinsi 166, sedangkan nasional mencapai 16 cagar budaya. Di Jombang sendiri ada sejumlah 35 cagar budaya.

Baca Juga: Cara Melatih Keseimbangan Otak Kanan dan Kiri Anak

Untuk itulah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang segera menindaklanjuti temuan tersebut supaya dapat terkelola dengan baik serta tak sampai terjamah oleh tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab. Seperti dikatakan Kepala Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Dian Yunitasari, M.Pd. bila sejauh ini telah dilaksanakan program khusus serta penganggaran guna menjalankannya melalui ekskavasi atau penggalian situs-situs yang masuk dalam kategori cagar budaya seperti yang telah disebutkan oleh BPCB Jawa Timur.

Diakui memang karena keterbatasan anggaran dan membagi porsinya dalam penanganan Covid-19 di Pemkab Jombang, maka pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Selain itu tetap berpijak pada hasil survey studi kelaikan BPCP Jawa Timur. Diataranya seperti yang sudah diketahui, tambah Dian Yunitasari pada 2021 ekskavasi dimulai di Situs Pandegong di Desa Menganto, Kecamatan Mojowarno. Selanjutnya telah direncanakan pada 2022 diikuti 6 situs cagar budaya lain seperti Pandansili, Desa Ngampungan, Kecamatan Bareng; Yoni Gambar, Desa Japanan, Kecamatan Mojowarno; Goa Made, Desa Made, Kecamatan Kudu; Kedaton, Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek; Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro; dan Mbah Blawu, Desa Sukosari, Kecamatan Jogoroto.

Kepala Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Dian Yunitasari, M.Pd. (Rabithah)

Dian Yunitasari menerangkan, “Sebenarnya masih banyak situs cagar budaya yang akan digali kembali di Kota Seribu Pesantren ini. Namun tetap hasil usulan yang diberikan oleh masyarakat ataupun pemerhati budaya di Jombang akan dikaji kembali oleh Disdikbud Kabupaten Jombang bersama dengan BPCB Jawa Timur. Tetapi sementara yang menjadi prioritas setelah direkomendasikan oleh BPCP Jawa Timur akan ditindaklanjuti melalui proses ekskavasi.”

Sementara itu dijelaskan oleh Perhimpunan Ahli Arkeologi Indonesia, Komda Jawa Timur yang juga menjabat sebagai Lektor Kepala Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, Ismail Lutfi, M.A. penentuan prioritas 6 situs cagar budaya tersebut berdasarkan pertimbangan kondisi fisik, kerusakan, telaah benda temuan, dan kesinambungan kisah dengan situs lainnya.

Perhimpunan Ahli Arkeologi Indonesia, Komda Jawa Timur, Ismail Lutfi, M.A. (Donny)

Ditegaskan pula oleh Pamong Budaya Ahli Pertama, BPCB Provinsi Jawa Timur, Albertus Agung Vidi Susanto, S.S. lebih utama adalah meninjau akan potensi arkeologis secara luasnya. Baik itu meliputi potensi penyelamatan, kajian benda batuan didalamnya, dan potensi kerusakan yang bisa saja terjadi lantaran kondisi disekitarannya. Tak lupa pertimbangan lainnya adalah perkara perlindungan yang bisa dijalankan dengan langkah konservasi maupun pemugaran. Selanjutnya bisa dikembangkan kembali setelah usai direvitalisasi dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat melalui pelbagai rujukan potensi yang bakal dikembangkan oleh pemerintah daerah.

Diakui juga oleh Dian Yunitasari keterbatasan anggaran menjadikan tidak semua situs cagar budaya di Jombang dapat diekskavasi secara keseluruhan. Jadi diutamakan terlebih dahulu dari hasil tinjauan-tinjaun tersebut mana yang didahulukan. Selanjutnya di tahun anggaran berikutnya akan dialokasikan kembali untuk eksavasi tahap selanjutnya ataupun di situs cagar budaya yang lain.

Pemahaman Proses Ekskavasi


Membicarakan proses ekskavasi yang berlangsung di situs cagar budaya di Jombang dijelaskan oleh Ismail Lutfi bahwasannya menggunakan sistem pada umumnya yakni sistem kotak, jaring, parit, dan kuadran. Seperti yang terjadi di situs cagar budaya Pandegong, itu memakai sistem kotak. Artinya terlebih dahulu menentukan tata letak kotak ekskavasi menggunakan alat semacam kompas dan sistem pemosisi global.

Setelah tata letak kotak ekskavasi telah ditemukan, maka dilanjtnya dengan sistem lot. Jadi kotak ekskavasi akan ditempakan dalam grid, lalu digali seluruhnya tanpa menyisahkan pematang. Sementara kedalaman kotak galian tersebut menyesuaikan berdasarkan kebutuhan, tinggi tanah, dan penempatan tanah hasil galian di luar kotak ekskavasi.

“Mulanya tim penggalian menggunakan cangkul besar/kecil dan cetok (Jawa: Sendok Adukan) secara perlahan dan hati-hati. Apabila dirasakan menukan tanda-tanda situs, maka beralih memakai tusuk gigi, sikat, hingga kuas. Tak lupa semua proses yang dilakukan oleh tim penggalian tersebut harus didokumentasikan yang meliputi perekaman, pencatatan verbal, pengukuran, penggambaran, sekaligus foto,” papar lelaki berambut panjang tersebut.

Setelahnya dilakukan penanganan temuan yang meluputi dua tahapan yaitu kategori kotak galian dan setelah dipindahkan dari kotak ekskavasi. Didalam penanganan benda cagar budaya itu harus berhati-hati agar tak sampai terdapat kerusakan akibat kelalaian serta hilang. Oleh karenanya mesti diperhatikan tempat penyimpanannya untuk diperhatikan dari segi keamanannya. Tak lupa diberikan pelebalan data dan nama perkotak, kemudian pembersihan secara bekala pun penting dilakukan untuk menjaga kelestarian temuan tersebut, pungkas Ismail Lutfi.

Ismail Lutfi yang sangat terbuka memberikan penjelasan mengatakan, “Proses terakhir guna mengetahui jenis, bentuk, ukuran, bahan, warna, teknis, serta jejak pakai berdasarkan ciri fisiknya diperlukan analisis kontekstual. Dari situ akan diketahui pula dimensi ruang dan hubungan dengan temuan lain. Selaiknya hasil ekskavasi tahap II situs cagar budaya Pandegong yang menemukan ornamen semacam palang (Tapakdara), panil persegi, dan lengkung. Juga ditemukan arca Kepala Brahma (berkepala empat) sehingga disimpulkan dari tipe denah, arsitektural, interpretasi area diperkirakan berasal dari abad 10 Masehi atau kejayaan Kerajaan Medang.”

Mengamankan Simpul Cagar Budaya

BPCB Jawa Timur kembali melakukan kegiatan zonasi cagar budaya setelah menemukan situs tertentu di Jombang. Tujuannya tiada lain adalah sebagai pengamanan situs cagar budaya agar terhindar dari peralihan fungsi lahan serta aktifitas manusia lainnya yang akan berakibat merusak temuan tersebut.

Kepala Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman, Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Iswahyudi Hidayat, S.Sos. (Donny)

Kepala Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman, Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Iswahyudi Hidayat, S.Sos. menjelaskan bahwa kegiatan pemetaan zonasi dilaksanakan guna melindungi situs dari ancaman aktifitas manusia yang bersifat destruktif baik dalam konteks pembangunan maupun pemanfaatan lahan dan sekaligus memberikan rambu-rambu dalam pemanfaatannya.

Seperti pembagian zona pada situs Sumberbeji, imbuh Iswahyudi Hidayat. Terdapat zona inti, area yang berfungsi sebagai ruang pelindungan utama untuk menjaga bagian penting dari cagar budaya berupa sumber petirtaan yang ada di dalamnya, disekitarnya dapat dibangun gazebo, balai upacara, pos tiket, kantor, dan panggung apresiasi.

Kegiatan absensi dan koordinasi antara juru pelihara cagar budaya dengan Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang. (Rabithah)

“Selanjutnya zona penyangga di luar zona inti yang fungsi utamanya adalah melindungi potensi cagar budaya yang dimaksudkan untuk melestarikan seperti pangkalan kendaraan dan akses jalan yang laik. Zona pengembangan area ini memiliki fungsi untuk melindungi cagar budaya, tetapi dapat digunakan untuk melakukan kegiatan pengembangan melalui pembangunan secara terbatas, sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan, contohnya kantin, musola, toilet dan pembuangan sampah,” papar Iswahyudi Hidayat.

Bersandar pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya tentunya sudah mutlak menjadi kewajiban untuk memelihara dengan baik. Konotasi memelihara tak sekadar merawat namun juga mencegah/menanggulangi kerusakan maupun kehilangan. Semisal pada situs Pandegong berdiri diatas tanah milik desa. Hal ini sangat menguntungkan karena proses perizinan dan koordinasi menjadi kian mudah dan lancar. Terlebih keberadaan juru pelihara yang ada di setiap situs kian mempermudah pengawasan lantaran mereka setiap bulan melakukan absensi dan pelaporan di Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang.

Reporter/Foto: Rabithah Maha Sukma

Lebih baru Lebih lama