Dok.MSP


Rahmat Sularso Nh.*

Apakah kita belum merdeka? Sampai harus dicetuskan Kurikulum Merdeka (KM) guna diterapkan dalam pembelajaran di satuan pendidikan kini.

Sekilas pertanyaan itu terbesit dalam pikiran, ketika mendengar KM yang makin santer digelar baik secara pelatihan maupun implementasinya oleh para guru di jagad Kota Santri. Apalagi memasuki tahun ajaran baru, menjadi momentum yang tepat dalam mengawali KM dalam pembelajaran di satuan pendidikan.

Kalau melihat kedudukan kurikulum dalam ranah pendidikan negeri ini, dapat dikatakan sangatlah penting. Selaiknya sebuah panduan, kurikulum merupakan panduan utama babon dalam melaksanakan pembelajaran. Jadi, guru harus mengikuti haluannya dalam menyusun turunannya semacam yang terangkum di Rencana Pelaksanaan Pengajaran atau RPP yang terdapat Standar Kompetensi (SK) san Kompetensi Dasar (KD) guna penyusunan aksi pengajaran dalam satu sesi secara runtut. Baik dari pembukaan, inti, hingga penutup yang berisikan simpulan, evaluasi, serta penilian.

Sementara hakikat KM tak lain hampir serupa pada prinsip yang digadang oleh Kurikulum 2013 atau K13 yang memberikan keluwesan dalam pembelajaran khususnya terhadap peserta didik, sekaligus meningkatkan peran maupun partisipasinya saat pembelejaran tersebut berlangsung. Berbeda daripada pembelajaran konvensional sebelumhya yakni dominasi guru sangat kental terasa. Di K13 maupun KM, justru peserta didiklah yang mesti mengambil alih dalam konteks keterlibatannya di saat pembelajaran.

Selain memerlukan kompetensi tambahan utamanya dibidang akademik dalam menyusun pembelajaran di KM, guru juga harus memiliki kepiawaian tersendiri guna masuk ke pribadian peserta didik.

Maka tak salah, bila pertanyaan awal itu berkelindan di kepala. Mengingat berbarengan dengan 77 tahun Kemerdekaan Bangsa Indonesia, apakah mungkin pempimpin sekarang ini tidak memerdekakan pembelajaran di negeri ini. Mungkin hanya secara tersirat, namun ketika diimplentasikan dengan baik dan benar sesungguhnya sudah dijalankan. K13 adalah jawabannya.

Namun begitu, jika menyempatkan sejenak menganalisa memang ada perbedaan yang kentara antara K13 dan KM. Hanya saja tak mempengaruhi jalannya pembelajaran yang sebelumnya telah menggunakan K13 sebagai pilihan kurikulumnya. Oleh karenanya, jika disandingbandingkan dengan proses pelesapan K13 dan KM sangat berbeda kemeriahannya.

Dalam artian, bila mengingat waktu hendak diterapkannya K13 secara maraton dan kelompok yang besar digembleng melalui serangkaian pelatihan maupun bimbingan teknis agar secara utuh meyerap pemahaman serta mampu mengaplikasikan dalam pembelajaran. Walaupun saat itu sempat terjadi caos lantaran buku penunjangnya sempat terlambat sampai ke tangan para guru.

Sedangkan sewaktu KM tak sampai segaduh itu. Cukup landai dan tenang, cukup perwakilan baik dari jenjang satuan pendidikan maupun kecamatan. Kemudian diimbaskan ke tingkatan dibawahnya, tak harus terpusat selaiknya K13 dahulu.

Baca Juga: TK Negeri Pembina Ploso Parenting Jembatani Kualitas Pembelajaran

KM ini masih ada hubungannya dengan Merdeka Belajar yang digadang sebagai program pembaruan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI saat ini. Padahal andai sempat menelaah, pijakan dasarnya tetaplah mengacu pada K13 yang dalam beberapa tahun belakangan ini sudah ajek digunakan hampir di seluruh satuan pendidikan di Nusantara.

Hanya saja patut disayangkan pemberlakuan KM tidaklah diawali terlebih dahulu catatan nasional hasil evaluasi K13. Sehingga bagi pelaksana dibawa guru menganggap KM seakan hanya sebuah sisipan. Apalagi dengan serangkain komponen pendukungnya macam buku penunjang, model penilaian, ataupun kebutuhan media pembelajaran tidak diejawantahkan terang benderang.

Peserta Didik adalah Peran Utama

Dalam satu kelas pasti setuju semua bahwa peserta didiknya sangatlah heterogen. Mulai dalam skala karakteristik, pemikiran, sifat, prilaku, cara belajar, dan masih banyak lagi yang lainnya. Pertanyaan selanjutnya yakni bisakah KM mewakili kebutuhan pembelajaran seluruh peserta didik tersebut?

Kalau hanya sekadar meningkatkan peran peserta didik dapat dibilang mudah-mudah sukar. Sebab, ini perihal kepribadian peserta didik. Kata kuncinya ialah kepercayaan diri, oleh karenanya dikatakan bila masih ada kesinambungannya dengan kepribadian peserta didik.

Dengan demikian, guru tak hanya profesional dalam pembelajaran saja. Tetapi pendekatan maupun kemampuan menyelami kepribadian peserta didik menjadi bekal yang penting bila ingin mencapai kesuksesan mendayung KM di pembelajaran.

Ini merupakan pekerjaan rumah yang tidaklah mudah bagi guru, sebab di satu kelas relatif banyak jumlah peserta didiknya. Wajib ada strategi yang tepat nan gemilang agar mampu mengarungi samudra kepribadian peserta didik yang jamak tersebut. Berikutnya akan sangat menolong ketika pembelajaran berlangsung dan peserta didik jauh lebih aktif dan menguasai jalannya pembelajaran.

Selain memerlukan kompetensi tambahan utamanya dibidang akademik dalam menyusun pembelajaran di KM, guru juga harus memiliki kepiawaian tersendiri guna masuk ke pribadian peserta didik. Jika berhasil, dapat diyakini pembelajaran yang diharapkan selaiknya tertera di KM akan berhasil terejawantahkan dan hasilnya pun serupa dengan tujuan dari KM secara keseluruhan.

Dengan begitu, maka guru dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik dalam KM kemudian mengaktulisasikan dalam perwujudan pembelajaran yang bersifat beragam ini. Bilamana tidak atau kurang berhasil, maka alternatif selanjutnya haruslah ada. Sehingga banyak ragam strategi yang akan dicoba dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana yang termaktub dalam KM.

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan.
Lebih baru Lebih lama