Guru dan peserta didik memanfaatkan peranti komputer. (Rabithah)


JOMBANG – Sejak diterapkan pada Tahun Pelajaran (Tapel) 2017/2018, istilah zonasi pada sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kini mulai akrab dibenak masyarakat. Mengacu pada ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dengan dasar Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB, dapat diartikan bahwa sistem zonasi bertujuan memeratakan akses serta mutu satuan pendidikan.

Di telatah Kebo Kicak sendiri, pasca diterapkannya sistem zonasi hingga saat ini Tapel 2022/2023, sedikit banyak telah mampu merubah wajah pendidikan. Mulai dari kompetensi satuan pendidikan, distribusi guru, prestasi peserta didik, hingga sarana prasarana satuan pendidikan.

Penyesuaian kebutuhan pendidikan dengan kualifikasi guru saat ini sudah cukup berimbang. Secara kualifikasi akademik sudah banyak yang menempuh pendidikan sarjana bahkan magister dan berijazah linier.

Hal tersebut dibenarkan oleh Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Bambang Rudy Tjahjo Surjono, M.Pd. bahwa dampak yang sudah dirasakan oleh masyarakat maupun satuan pendidikan pasca zonasi telah menyasar pelbagai hal. Diantaranya sebaran peserta didik yang tak lagi terpusat satu wilayah saja, termasuk pula pada distribusi gurunya.

Bambang Rudy Tjahjo Surjono mengatakan, “Perlu juga dipahami menyoal pemerataan pendidikan, sudah semestinya semua civitas akademika mendapat kesempatan pelayanan optimal, tanpa terkecuali. Lalu seiring perjalanan dalam mengimplementasi asas dan juga tujuan sistem zonasi, Disdikbud Kabupaten Jombang telah banyak melakukan pelbagai upaya guna menyokong pemerataan pendidikan, baik aspek fisik maupun non-fisik,” ujar Bambang Rudy Tjahjo Surjono.

Baca Juga: Tari Remo Boletan Massal Pecahkan Rekor Muri

Dari segi fisik yang diterjemahkan pengadaan sarana prasarana, rehabilitasi hingga pembangunan, keseluruhannya telah merata diberlakukan di satuan pendidikan. Sesuai mekanisme pemberian bantuan yang berlaku lewat pagu anggaran baik dari pemerintah pusat maupun melalui Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah saban tahunnya, imbuh Bambang Rudy Tjahjo Surjono.

“Sehingga, berdasarkan ketentuan tersebut, saat ini bisa dikatakan tak ada lagi kesenjangan mengenai penyediaan sarana penunjang fisik di satuan pendidikan. Kemudian, di aspek non-fisik, seperti distribusi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) juga telah kami sesuaikan kebutuhan di lapangan berdasarkan pemetaan secara berkala. Selaiknya penempatannya pun tidak ada perbedaan,” ujar Bambang Rudy Tjahjo Surjono.

Bambang Rudy Tjahjo Surjono. (Rabithah)

Bambang Rudy Tjahjo Surjono menambahkan, dari sekian banyak faktor penilaian mutu satuan pendidikan, prestasi memang menjadi salah satu unsur pendukungnya. Lalu kemudian, jika persebaran perolehan prestasi saat ini telah merata dan tidak tersentral diraih satuan pendidikan yang memiliki kemudahan akses di kawasan pusat kota, maka capaian mutu yang dimaksudkan dalam tujuan sistem zonasi tersebut perlahan tercapai.

“Namun bukan berarti hal tersebut menjadi ganjalan, justru penting dipahami oleh masyarakat khususnya wali peserta didik, sebenarnya seluruh SMP negeri dan swasta sudah tercakup dalam zonasi. Penentuan ini pun oleh sistem telah ditentukan berdasarkan letak dan kondisi geografis. Mengacu kondisi semacam ini, bukan tidak mungkin kedepannya akan ada pemetaan ulang wilayah dalam sistem zonasi. Supaya kebutuhan peserta didik dapat terakomodir,” beber Bambang Rudy Tjahjo Surjono.

Ana Arisanti. (Rabithah)

Kepala Sub Bagian Penyusunan Program dan Evaluasi, Disdikbud Kabupaten Jombang, Ana Arisanti, S.E., M.Si. menyampaikan bahwa pembangunan fisik satuan pendidikan tak lepas dari prestasi yang telah diraih. Sistem zonasi yang terbukti telah melahirkan satuan pendidikan berprestasi disambut baik dan selaras dengan diberlakukannya kebijakan pemerintah dalam memberikan Reward (hadiah). Diantaranya melalui penggelontoran Biaya Operasional Sekolah (BOS) Kinerja Prestasi dan BOS Kinerja Sekolah Penggerak yang besarannya pada angkatan II mencapai Rp 80.000.000 s.d Rp 120.000.000 setiap tahunnya.

Kendati demikian, Ana Arisanti juga mengakui bahwa pada BOS Kinerja Prestasi di Kabupaten Jombang memang belum mengalami pertumbuhan yang signifikan lantaran syarat untuk mendapatkannya juga kian berkembang kompetensinya. Salah satunya adalah memiliki paling sedikit tiga peserta didik berprestasi dalam lomba tingkat nasional atau internasional dalam dua tahun terakhir. Namun kabar baik justru datang pada pertumbuhan satuan pendidikan yang kini lolos sebagai Sekolah Penggerak, diantaranya setiap jenjang berjumlah hingga dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

“Adanya anggaran BOS Reguler dan Kinerja serta bantuan atau hibah lainnya dari pemerintah tersebut tentu berdampak positif bagi ketersediaan dan pemeliharaan sarana prasarana, digitalisasi satuan pendidikan melalui penyediaan ruang laboratorium, komputer dan jaringan internet. Selanjutnya yaitu pengembangan sumber daya manusia baik itu kompetensi guru dan tenaga kependidikan yang nantinya tentu berdampak pada pembelajaran yang selaras dengan paradigma baru,” tutur perempuan berhijab itu.

Rhendra Kusuma. (Donny)

Kepala Bidang Pembinaan SD Disdikbud Kabupaten Jombang yang sebelumnya menjabat Kepala Seksi Peserta Didik dan Pembangunan Karakter, Bidang Pembinaan SMP, Disdikbud Kabupaten Jombang, Rhendra Kusuma, S.Kom. yang sudah kerap mengomandoi pelaksanaan sistem zonasi, menuturkan, pada prinsip dasarnya, pasca zonasi diterapkan, pelayanan yang berdampak secara langsung ialah memangkas biaya dan waktu tempuh peserta didik ke satuan pendidikan. Sebab, jarak antara rumah dan satuan pendidikan cukup terjangkau.

“Selanjutnya, dari segi guru juga sudah dipetakan, dan diambil dengan mengacu pada jarak tempuh terdekat antara rumah dan satuan pendidikan. Ini bertujuan supaya dalam melayani kebutuhan peserta didik, guru selalu dalam kondisi prima. Tak hanya itu, untuk dapat memahami karakter civitas akademika pun akan semakin memudahkan guru, karena masih berada dalam satu wilayah yang sama,” papar Rhendra Kusuma.

Rhendra Kusuma pun mengakui selain beberapa hal teknis dari sistem zonasi yang merubah wajah pendidikan di level daerah, perubahan lain juga telah nampak dari pola pikir masyarakat. Dalam arti sudah tak ada lagi kriteria dan predikat satuan pendidikan terbaik ataupun terfavorit.

“Meski hal tersebut belum 100% terwujud, namun antusias satuan pendidikan terhadap program Disdikbud Kabupaten Jombang yang bertujuan menjaring prestasi, menjadi salah satu indikator kesuksesah sistem zonasi. Inilah yang kemudian bisa disebut bahwa pemerataan kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh sinergi sistem antara pemangku kebijakan dengan satuan pendidikan di tingkat akar rumput,” terang Rhenda Kusuma.

Rudy Priyo Utomo. (Donny)

Terakhir, dihubungi langsung disela kesibukannya memantau rehab bangunan SMP Negeri 1 Jombang, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMP Negeri Se Kabupaten Jombang, Rudy Priyo Utomo, M.Pd. membeberkan pada konteks mutu pendidikan pasca zonasi, memang sudah terlihat berbeda dari sebelum zonasi diterapkan. Utamanya pada kualitas masing-masing guru dan potensi peserta didik yang ada.

“Penyesuaian kebutuhan pendidikan dengan kualifikasi guru saat ini sudah cukup berimbang. Secara kualifikasi akademik sudah banyak yang menempuh pendidikan sarjana bahkan magister dan berijazah linier. Hal ini pun yang membuat faktor hasil prestasi akademik maupun non akademik peserta didik dapat merata di seluruh kawasan Kabupaten Jombang,” tandas Rudy Priyo Utomo.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama