Sri Karyawati saat ditemui di kediamannya. (Donny)


MOJOWARNO – Selasa (27/9) kala pagi belum beranjak siang, sebuah lawatan ke Selatan Kota Seribu Pesantren mengantarkan Majalah Suara Pendidikan untuk menuju kediaman salah satu pelestari Jaranan (baca: Kuda Lumping) di wilayah kaki lereng Anjasmara. Menempuh perjalanan selama ± 20 menit dengan melahap aspal yang sedikit bergelombang, tak terlalu sulit menemukan tempat tinggal Sri Karyawati yang beralamat di Dusun Sukoharjo, Desa Penggaron, Kecamatan Mojowarno.

Tak lama kemudian, usai mengenalkan maksud sekaligus tujuan kedatangan Majalah Suara Pendidikan, Sri Karyawati pun mulai mengkisahkan awal perjalanannya terjun ke dunia seni tradisional. Diakuinya, titik berangkat ketertarikan pada dunia seni tradisional telah tergaris dari kakek buyutnya yakni Ki Sidi, yang dahulunya merupakan seorang dalang.

Sepeninggal putra pertamanya tersebut, tonggak manajemen mulai dari pengaturan jadwal pentas, rekrutmen anggota praktis berada di tangan Sri Karyawati seorang.

“Dari kakek buyut, darah seni kemudian mengalir kepada bapak. Semasa belianya, bapak aktif menjadi anggota di beberapa kelompok seni tradisional mulai dari Ludruk hingga Jaranan. Lantas, aliran darah seniman tersebut tak berhenti pada sosok bapak. Melainkan turut teralirkan dalam pribadi saya, dimana kala remaja saya sudah menggandrungi serta mempelajari mahakarya leluhur nan luhung ini langsung kepada bapak maupun pelaku seni selingkarnya,” tutur Sri Karyawati.

Bahkan pasca menikah, bersama putra pertamanya, ketekunan membidangi dunia seni tradisional semakin menggelora. Atas permintaan pembarepnya yang piawai bermain kendang sejak kelas III SD, gelora yang membuncah diwujudkan dengan mendirikan Jaranan Turonggo Jooss pada medio antara tahun 2009-2010 silam.

Baca Juga: SLB ANBK Mandiri

“Kehendak putra saya untuk mempunyai kelompok Jaranan memang di dorong atas motivasi kemandirian dalam menghidupi seni tradisi ini. Sehingga dirinya tidak perlu lagi kerepotan mengatur jadwal untuk pentas. Maklum kala itu putra saya memang banyak mendapat job bermain kendang dari pelbagai kelompok Jaranan baik dari dalam dan luar daerah Jombang,” ungkap Sri Karyawati.

Kedisiplinan, Kasih Sayang, dan Kemandirian

Ditengah kerja keras membangun wadah seni Jaranan, Sri Karyawati dan keluarga besar Turonggo Jooss sempat dilanda duka mendalam. Sang inisiator ide pendirian Turonggo Jooss mesti menghadap Sang Khalik di usia muda akibat sebuah insiden laka lantas. Walhasil sepeninggal putra pertamanya tersebut, tonggak manajemen mulai dari pengaturan jadwal pentas, rekrutmen anggota praktis berada di tangan Sri Karyawati seorang.



“Untuk melanjutkan cita-cita buah hati saya yang pertama, waktu itu kami banyak melakukan pentas dengan mengamen keliling antar desa dan kecamatan. Hal ini ditujukan supaya masyarakat cepat mengenal nama Turonggo Jooss, karena memang di awal pendirian Jaranan ini sosial media maupun gadget tidak berkembang secepat sekarang,” ujar ibu tiga orang putra ini.

Seiring waktu berjalan, dari kegiatan ngamen yang dilakukan hasil sekaligus respon yang diberikan lingkungan sekitar diluar ekspektasi Sri Karyawati. Tidak hanya perolehan nominal untuk dibagi antar anggota dan kas grup, melainkan juga ketertarikan pemuda-pemudi setempat yang notabene masih berstatus pelajar, berduyun-duyun mendatangi rumah Sri Karyawati dan meniatkan diri untuk bergabung menjadi keluarga Turonggo Jooss.

Sri Karyawati membeberkan, “Awalnya saya juga tidak menduga atas ketertarikan mereka berhimpun disini. Namun apa boleh buat, niat mereka untuk berkesenian tak bisa dibendung. Maka selaku pimpinan saya pun mengiyakan dengan mengajukan beberapa syarat yang wajib dipenuhi ketika menjadi anggota Turonggo Josss. Diantaranya, menjunjung tinggi kedisplinan, bertanggung jawab, dan jujur.”

Reporter/Foto: Donny Darmawan
Lebih baru Lebih lama