![]() |
Gelar karya TK dan SD Se Kecamatan Jogoroto. (Donny) |
JOMBANG – Kebaruan dalam dunia pendidikan memang tak ada habisnya untuk didalami. Tetapi jika dirunut di tiap periodenya, pembaruan dunia pendidikan secara konsep dan teknis tetap berkutat pada ranah metodelogi transfer pengetahuan oleh guru pada peserta didik. Kemudian, keseluruhannya tersebut dirupakan pada tataran implementasi ihwal kurikulum yang menjadi fondasi pembelajaran di satuan pendidikan.
Sebagaimana pada Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang merupakan wadah pembelajaran kontekstual lintas disiplin ilmu dari Kurikulum Merdeka, guru maupun peserta didik dituntut untuk lebih peka nan kreatif dalam merancang isi kegiatan projek. Bangunan atau isi projek inilah yang kemudian menjadi penentu kesesuaian arah P5 dengan karakteristik satuan pendidikan. Sehingga hasil akhirnya kelak, peserta didik dapat dibekali penguatan karakter seraya mengamalkan enam dimensi P5. Mulai dari memiliki rasa beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta berakhlak mulia, sikap berkebinekaan global, jiwa bergotong-royong, pribadi mandiri, bernalar kritis dan kreatif.
Proses pembentukan karakter peserta didik pun tidak seketika dapat mewujud serta nampak seperti sebuah produk. Maka dari itulah, produk dari projek inilah yang menjembatani tahap demi tahap pendidikan karakter peserta didik.
Melansir pada buku Panduan Pengembangan P5 yang dikeluarkan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, membangun karakter peserta didik untuk saat ini harus mengacu pada empat prinsip pengamalan P5. Yakni, holistik, kontekstual, berpusat pada peserta didik, dan eksploratif.
Baca Juga: SMP Darul Ulum 5 Jombang Relafansi Sekolah Penggerak hingga Tuntas
Keempatnya tersebut, memiliki makna yang berbeda. Prinsip holistik dimaksudkan supaya tema dapat ditelaah secara utuh dengan segala hubungannya pada pelbagai hal dan bukan sekadar menggabungkan mata pelajaran. Melainkan, dijadikan wadah peleburan pandangan dari konten pengetahuan secara terpadu. Kemudian, kontekstual merinci pengalaman peserta didik agar dapat menyentuh juga menjawab persoalan di lingkungannya. Lalu, berpusat pada peserta didik pada substansinya mengedepankan peran civitas akademika sebagai pelopor pemilihan topik sesuai peminatannya. Selanjutnya, ranah eksploratif akan mewujudkan medium penguatan ilmu peserta didik yang telah di dapat pada aspek intrakurikuler.
![]() |
Heri Mujiono. (ist) |

Heri Mujiono menjabarkan, “Adapun enam dimensi P5 bukanlah suatu target sebagaimana nilai dalam bentuk angka. Melainkan guru harus memantik peserta didik untuk bersama membangun dan menciptakan kultur pembelajaran berasaskan enam dimensi P5. Baik itu internalisasi dan aktualisasi nilanya pada intra maupun kokurikuler. Sehingga implikasi dari pembiasaan melekatkan enam dimensi pada setiap kegiatan di satuan pendidikan, akan memudahkan penanaman dan pemahaman pendidikan karakter ke peserta didik.”
Selain itu, aspek lain yang dapat teratasi dari pengaplikasian enam dimensi P5 juga dapat menjawab kebutuhan pengembangan satuan pendidikan sesuai dengan karakteristik sosial dan budaya setempat, imbuh Heri Mujiono. Oleh karenanya, dari enam dimensi tersebut mesti dipetakan untuk dipepatkan dalam penyusunan tema lalu topik P5.
![]() |
Kasmuji Raharja. (Donny) |
Lebih lanjut, Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian SD, Bidang Pembinaan SD, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Drs. Kasmuji Raharja, M.Pd. mengungkapkan, benang merah dari pengimplementasian P5 secara harfiahnya harus pula menyangkut refleksi, kolaborasi, dan evaluasi. Kemudian, ketiganya juga diejawentahkan pada Critical, Creative, Collaboration, and Communication Thinking, atau 4C.
“Dengan demikian, seluruh proses yang berjalan dalam upaya membangun karakter peserta didik lewat enam dimensi P5, baik secara sikap dan pemikiran, memang membutuhkan keterlibatan seluruh warga satuan pendidikan dan sekitarnya tanpa terkecuali. Hal ini cukup penting, sebab metode refleksi, kolaborasi, dan evaluasi ialah kunci pembuka paradigma isi dan arah pembelajaran saat ini dan kedepannya,” ungkap Kasmuji Raharja.
![]() |
Abdullah Syifa. (ist) |
Abdulloh Syifa mengatakan, “Oleh karenanya, projek yang bersemi bak jamur di musim hujan saat ini, memang suatu kelumrahan. Karena pada faktanya inilah masa penjajakan suatu pembaruan di dunia pendidikan. Proses pembentukan karakter peserta didik pun tidak seketika dapat mewujud serta nampak seperti sebuah produk. Maka dari itulah, produk dari projek inilah yang menjembatani tahap demi tahap pendidikan karakter peserta didik.”
Adapun keterikatan produk projek dengan pendidikan karakter peserta didik, lanjut Abdulloh Syifa, mekanisme penilaian bukan meletakkannya pada bentuk produk yang dihasilkan. Melainkan, ditempatkan pada proses pembentukan produk.
“Sesudah enam dimensi P5 telah terpetakan dan termanifestasikan sesuai dengan karakteristik dan kompetensi warga satuan pendidikan dalam tema projek, evaluasi dan refleksi di tiap sesinya harus diutamakan. Isian keduanya lalu mencakup bagaimana aksi dan reaksi peserta didik dari pengalamannya selama menyusun dan menghasilkan produk dalam projek. Tindak lanjutnya, perkembangan karakter sikap dan praktik keilmuan terdeskripsi pada rapor P5. Maka dari itulah, produk bukan ukuran utama dalam praktik P5. Akarnya tetap mengacu pada keseluruhan peserta didik menerapkan enam dimensi di setiap kegiatan projek,” papar Abdulloh Syifa.
![]() |
Safak Efendi. (Donny) |
“Keterikatan proses P5 dalam membangun image positif satuan pendidikan, tentunya merujuk pada kompetensi seluruh guru dan civitas akademika dalam menjawab tantangan di dunia pendidikan. Oleh karenanya, pengembangan pola sewaktu praktik projek di setiap tema menjadi suatu keharusan,” tandas Safak Efendi.
Reporter/Foto: Donny Darmawan