JOMBANG – Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ibarat kanvas yang bersih, orangtua atau guru di satuan pendidikan atau lembaga belajar dapat mengisinya dengan goresan warna sehingga kanvas tersebut menjadi sebuah karya yang bermakna. Oleh karenanya, dukungan peran aktif orang dewasa sangat diperlukan dalam media terapi.
Terapi ini memang banyak wujud dan bentuknya. Tak terkecuali lewat pengembangan potensi ABK dalam bidang seni. Khususnya lagi, mengajak para ABK dalam mementaskan sebuah drama.
Baca Juga : MAN 8 Jombang : Menjaring Prestasi dan Ramah Budaya
Kendati demikian, dalam hal meramu sebuah pementasan yang melibatkan ABK tentu membutuhkan strategi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Founder Rumah Merdeka (Rudeka) Jombang, Alfan Suri yang acapkali didapuk sebagai sutradara pementasan anak bahwa sebenarnya melatih ABK tak jauh berbeda dengan anak pada umumnya.
Diantaranya
memperhatikan bakat dan minat, ketertarikan dengan alur cerita hingga kondisi
perasaan (mood).
Merias Wajah Sebelum Pentas. (ist) |
Alfan Suri mengatakan, “Salah
satu pementasan yang berhasil disajikan dan mampu memukau penonton yakni pada
acara Pekan Budaya Difabel 2023 di
Yogyakarta pada 27 November s.d 3 Desember 2023, dapat dilihat di kanal YouTube Rumah Merdeka Indonesia. Dari
Kabupaten Jombang diwakilkan oleh tim Rudeka Jombang, PKBM Cahaya Pelangi
(Hayala) sebanyak 9 anak, dan 3 anak dari SLBN Jombang.”
Sementara itu, Ketua Yayasan Seribu Warna yang menaungi PKBM Hayala Jombang, Salis Mustakim, M.Psi. menerangkan bahwa jenis kebutuhan khusus setiap anak yang terlibat beragam, mulai dari tuna daksa, netra, rungu, wicara, laras (autis) dan lambat belajar (slow learner).
Teknik latihan yang digunakan yang pertama yakni kemampuan berbahasa, diutamakan bagi peserta didik yang mendapat peran utama yang mampu mengingat dan mengucapkan dialog. Kedua yakni teknik menyimak instruksi dan meniru.
Salah Satu Adegan Yang Dipentaskan. (ist) |
Sementara itu, Bagian Quality Control PKBM Hayala Jombang, Atik Atma Widya Rahayu, S.Pd. membeberkan pada dialog yang cukup panjang seperti prolog menggunakan teknik sulih suara atau Dubbing.
Kendati demikian pada dialog langsung tak jarang peserta mengalami lupa, namun adanya pendamping si sutradara yang berperan sebagai monyet bertopeng mampu mengingatkan dengan kode atau bisikan agar tak sampai kentara oleh penonton. Peran monyet bertopeng ini juga mengajak interaksi anak yang tiba-tiba malu untuk tampil improvisasi.
Ketangguhan Peserta Didik
Saat Melakukan Pementasan.
(ist)
Atik Atma Widya Rahayu memungkasi bahwa pementasan drama bagi peserta didiknya sebenarnya bukan hal baru, namun sebelumnya hanya pada level acara satuan pendidikan atau hanya di sekitaran Kota Santri saja.
Seluruh Penampil dan Pendukung. (ist) |
Sehingga untuk mampu tampil lancar di Yogjakarta membutuhkan persiapan ekstra seperti bekal pribadi makanan dan obat jika ada dan aturan dari orangtua sampai kesehatan tubuh, jangan sampai terlalu lelah dan kondisi psikis anak dipantau secara berkala. ■ rabitha maha