NASIONAL - Jelang akhir Agustusan berakhir, tagline Peringatan Darurat menggema. Kondisi sosial politik dan hukum yang semakin timpang, membuat seluruh elemen rakyat bergerak, melakukan demonstrasi dari daerah sampai nasional pada (22-24/8/2024). Salah satu isu besarnya, rakyat meminta agar DPR RI mematuhi putusan MK terkait aturan Pemilihan Kepala Daerah. Sebab, jika tidak dipatuhi, maka demokrasi, termasuk akses hukum di dalamnya telah nyata hanya dimiliki segelintir golongan elite.


Menariknya, dalam aksi yang telah berlangsung tersebut, beberapa tokoh publik seperti, komedian, aktris, sampai aktor pun terlibat. Salah satunya ialah Reza Rahardian. 

Pemeran BJ Habibie dalam film layar lebar Habibie dan Ainun ini mengatakan, dirinya tidak bisa tenang melihat situasi dan kondisi yang ada. Untuk itulah, cucu dari Fransica C Fanggidaej ini akhirnya memutuskan untuk turun ke jalan, dan menyuarakan tuntutannya bersama massa rakyat yang lain di Jakarta pada (22/8/2024) lalu.

Pertanyannya kemudian, siapakah sosok Fransica C Fanggidaej yang menjadi nenek dari Reza Rahardian ini ?

Mengutip dari Historia.id. Fransisca C Fanggidaej adalah perempuan pejuang kemerdekaan Indonesia yang lahir pada 16 Agustus 1925 di Noel Mina, Pulau Timor. Memiliki darah keturunan Belanda dari kedua orang tuanya, Fransisca kecil mendapat hak yang sama dengan anak Belanda lainnya. 

Akan tetapi, kesamaan hak ini membuatnya gelisah. Sejak kecil ia banyak bertanya, kenapa hanya dirinya dan sesama anak Belanda yang mendapat persamaan hak ? 

Fransisca C Fanggidaej.
(ist)

Pertanyaan inilah yang kemudian membawa seorang Fransisca C Fanggidaej terjun ke dunia pergerakan di masa mudanya. Bersama pemuda-pemuda Maluku, sewaktu era pendudukan Jepang, Fransisca C Fanggidaej selalu berdikusi tentang semangat anti rasisme dan kolonialisme. 

Pasca Proklamasi 17 Agustus 1945, Fransisca C Fanggidaej akhirnya mengikuti Pemuda Republik Indonesia (PRI) di Surabaya. Fransisca C Fanggidaej pun juga mengikuti Kongres Pemuda I di Yogyakarta pada November 1945.

Dari kongres tersebut, lahirlah Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Disini, Fransisca C Fanggidaej ikut berkiprah.

Menjadi Wartawan

Sosoknya yang berani, turut mengantarkan Fransisca C Fanggidaej menjadi penyiar Bahasa Inggris dan Belanda di Radio Gelora Pemoeda Indonesia di bawah Badan Kongres Pemuda Indonesia (BKPRI) saat itu. Karena siarannya pula, Radio Gelora Pemoeda dianggap sering memberontak oleh pihak Belanda. 

Cap tersebut tak lantas menyurutkan perjuangan Fransisca C Fanggidaej menjadi pejuang kemerdekaan. Pada tahun 1946 oleh BKPRI, Fransisca C Fanggidaej ditugaskan melakukan Safari Revolusi Pemuda ke pelbagai negara. Mulai dari India dan Cekoslowakia, Fransisca C Fanggidaej yang berbekal foto, poster, gigih menyebarkan perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Empat tahun berselang, tepatnya pada tahun 1950, Pesindo yang menjadi Pemuda Rakyat tak lagi diikuti oleh Fransisca C Fanggidaej. Fransisca C Fanggidaej akhirnya memilih bekerja paruh waktu dan terjun kedunia wartawan di kantor Berita Antara. 

Fransisca C Fanggidaej saat bertugas.
(ist)


Kemudian, di tahun 1957 saat DPR Gotong Royong dibentuk, Fransisca C Fanggidaej menjadi satu-satunya perwakilan dari Wartawan dalam Golongan Karya di DPR Gotong Royong. Atas dedikasi perjuangannya inilah Presiden Sukarno kemudia mengangkatnya menjadi Penasehat Presiden pada tahun 1964. Bersama Presiden Sukarno, dirinya sering bertemua Fidel Castro dan tokoh perjuangan bangsa lainnya, dari pelbagai benua.

Fransisca C Fanggidaej saat bertemu Fidel Castro.
(ist)

Setahun sesudahnya, Fransisca C Fanggidaej yang sedang berada di Chile untuk menghadiri Kongres Organisasi Wartawan Internasional, mendapati berita bahwa di negerinya terjadi geger 1965. Atas kedekatannya dengan Sukarno dan Pemuda Rakyat, Fransisca C Fanggidaej pun tak bisa kembali pulang ke tanah air.

Akhirnya, ia pun memutuskan pergi ke Tiongkok dan menyembunyikan identitasnya selama 20 tahun, dan tak pernah berkabar ke keluarganya. Agar keluarganya tak ikut menjadi buronan Orde Baru.

Usai 20 tahun di Tiongkok, barulah pada tahun 1985, Fransisca C Fanggidaej pindah ke Belanda. Selama kurang lebih 38 tahun menjadi eksil politik di Tiongkok dan Belanda, akhirnya Fransisca C Fanggidaej kembali ke tanah air pada 2003. Lalu Fransisca C Fanggidaej meninggal dunia pada tahun 2013 di Zeist Belanda pada usianya ke 88 tahun.

Fransisca C Fanggidaej saat berada di suatu Kongres Internasional.
(ist)

Nama Fransisca C Fanggidaej memang sempat tak terdeteksi dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia akibat peristiwa 1965. Oleh karenanya artikel ini ditulis ulang melalui penyarian sumber sejarah terpercaya untuk meningkatkan mutu literasi dan mengingat sejarah yang terlupa. donny darmawan
Lebih baru Lebih lama