JOMBANG – Penerapan teknologi baru dalam sebuah program secara alami tentu memiliki dampak positif dan negatif bagi tatanan kehidupan manusia. Tidak terkecuali yang saat ini masif dibicarakan, yaitu, perihal kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam dunia pendidikan.
Sebagai suatu penyegaran dalam dunia teknologi tentunya membutuhkan tata kelola hukum guna memastikan keamanan dan produktivitas dalam implementasinya. Melansir laman kominfo.go.id terkait AI masih dibawah payung hukum UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan PP tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).
Baca Juga : Seni Ujung : Tari Cambuk Pemanggil Hujan
Namun terbaru, pada Jumat (22/12/2023) Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi telah mengeluarkan surat edaran Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial yang meliputi etika penggunaan dan pemanfaatan AI lingkup publik dan privat.
Lebih rinci, SE tersebut memuat tiga kebijakan yaitu nilai etika, pelaksanaan nilai etika, dan tanggungjawab dalam pemanfaatan dan pengembangan kecerdasan artifisial. Selain itu juga membahas tentang tiga pendekatan utama pemanfaatannya.
Pelaksanaan Try Out Digital.
(Rabithah)
Pertama,
penyelenggaraan AI sebagai pendukung aktivitas manusia khususnya untuk
meningkatkan kreativitas pengguna dalam menyelesaikan permasalahan dan
pekerjaan. Kedua, penyelenggaraan yang menjaga privasi dan data sehingga tidak
ada individu yang dirugikan. Ketiga pengawasan pemanfaatan untuk mencegah
penyalahgunaan AI oleh pemerintah, penyelenggara, dan pengguna.
Menanggapi hal tersebut, Ketua PGRI Smart Learning and Character Center Kabupaten Jombang, Amiroh, M.Kom. menjelaskan bahwa kehadiran AI di dalam dunia pendidikan khususnya di Kota Santri tentu menjadi angin segar.
Sebab,
apabila dahulu AI hanya digunakan oleh kalangan akademisi dan peneliti saja,
seiring dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya keterjangkauan perangkat
keras dan perangkat lunak, penggunaan AI kini telah merambah ke berbagai kalangan
termasuk stakeholder bidang
pendidikan hingga guru dan peserta didik.
Baca Juga : 47 Domain Layanan Kemendikbudristek Alami Gangguan
Amiroh yang saat ini sedang menempuh S3 Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Surabaya itu mengatakan bahwa kehadiran AI memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kualitas dan akses pendidikan. AI dapat digunakan sebagai asisten belajar yang dapat membantu peserta didik memahami materi pelajaran, mengerjakan tugas, dan menyelesaikan masalah.
AI juga membantu pendidik untuk menyediakan pembelajaran mandiri yang interaktif dan menarik dengan beragam pilihan konten, sehingga dapat meningkatkan kualitas belajar.
“Terlepas
dari AI yang disematkan pada aplikasi-aplikasi yang sering digunakan, seperti
media sosial, secara khusus penggunaan AI untuk membantu mempercepat kinerja
sebagai seorang pendidik. Berdasar pengalaman pribadi, penggunaan AI terutama
untuk kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan konten pembelajaran, seperti
membuat media pembelajaran, modul ajar, membuat soal/asesmen. Selain itu,
sebagai penulis AI juga membantu dalam penulisan buku dan beberapa artikel
ilmiah yang akan publikasikan di jurnal nasional/internasional,” terang Kepala
SMK Negeri Kudu ini.
Namun juga patut diakui bahwa mengikuti perkembangan AI tak semulus yang dibayangkan, beberapa hambatan terjadi pada kemampuan menggunakan perintah atau prompt yang kurang efektif. Sebagian besar pengguna alat (tools) AI, seperti Google Bard, Chat-GPT, Perplexity dan aplikasi-aplikasi lain yang di dalamnya sudah tersematkan AI, memposisikan AI tidak jauh berbeda dengan mesin pencari atau search engine.
Penggunaan AI di Sekolah.
(Rabithah)
Sehingga
banyak pengguna AI yang masih menulis prompt
layaknya mencari informasi di search
engine. Pengguna seharusnya dapat memanfaatkan dan berkomunikasi dengan AI
layaknya berkomunikasi dengan manusia, atau teman/asisten.
Oleh karena itu, penting untuk menggunakan AI secara bijak dan bertanggungjawab, pungkas Amiroh. Kedepannya perlu ada perencanaan dan implementasi yang tepat agar potensi AI dapat dioptimalkan dan hambatannya dapat dimitigasi.
Selain
itu, guru mesti berlatih untuk menggunakan AI secara efektif. Perlu juga ada
regulasi yang mengatur penggunaan AI dalam pendidikan dan ada diskusi publik
tentang etika penggunaan AI dalam pendidikan.
Senapas dengan pernyataan diatas, Kepala Bidang Pembinaan SD Disdikbud Kabupaten Jombang, Rhendra Kusuma, S.Kom berpendapat bahwa prinsip AI ialah teknologi berbasis komputer yang dalam penggunannya tetap membutuhkan tenaga manusia untuk mengoperasikannya.
Sehingga
untuk pemanfaatannya, dunia pendidikan termasuk tenaga pendidik dan civitas
akademika wajib mempelajari AI sebagai bentuk pengembangan diri.
Rhendra Kusuma yang juga menjabat Ketua Tim Pelaksana Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) dan Penerimaan Peserta Didik Baru Online Tahun 2023 Disdikbud Kabupaten Jombang mengatakan bahwa, “Kebutuhan AI dalam dunia pendidikan saat ini dapat dikatakan sebagai referensi, tidak lebih dari itu. AI sebagai referensi yang dapat membantu mencari solusi atau alternatif pembelajaran, kendati demikian juga harus menyesuaikan dengan penyediaan perangkat teknologi yang dimiliki serta kemampuan peserta didik dalam mengikuti arus pembelajaran berbasis AI.”
Sementara itu, Pengawas SMP, Disdikbud Kabupaten Jombang, Julaeni, M.Pd. menyampaikan, dampak dari Pandemi Covid-19 lalu menjadi akselerasi para guru untuk akrab dengan teknologi. Selanjutnya gayung pun bersambut di era Kurikulum Merdeka ini yang juga mengharuskan tenaga kependidikan mengakses beberapa platform dan sistem seperti, pelaksanaan ANBK, Platform Merdeka Mengajar hingga administrasi pelaporan pembelajaran yang juga berbasis komputer.
“Perubahan
ini tentu harus disikapi dengan bijak oleh semua pihak tak terkecuali pegawai
Disdikbud Kabupaten Jombang yang juga memiliki tim helpdesk teknologi di setiap program yang berbasis online,
begitupun dengan proses penilaian karya ilmiah ataupun beberapa seleksi dan
lomba karya tulis juga menggunakan AI dalam mengecek tingkat plagiasi. Kepala
satuan pendidikan dan guru haru satu langkah lebih maju memahami teknologi
daripada peserta didik yang harus diakui saat ini juga sangat cepat merespons
sebuah teknologi baru dari telepon pintar yang dimilikinya. Sehingga tak sampai
memberikan sebuah pembelajaran yang memiliki celah peserta didik untuk memanfaatkan
teknologi dengan mudah,” terang Julaeni.
Contohnya dalam memberikan sebuah pertanyaan atau soal ujian yang bersumber dari internet dan tidak diubah konteks ataupun tata bahasanya, tentu hal tersebut dapat ditelisik dengan mudah juga oleh peserta didik melalui internet, imbuh Julaeni.
Oleh
karenanya, hal tersebut dapat disiasati dengan merubah konteks soal yang
sebelumnya berbasis data dan fakta yang dapat dicari di internet dengan sebuah
pola pemahaman atau studi kasus yang dialami atau dekat dengan pengalaman
belajar peserta didik.
Selanjutnya, Pria yang identik dengan songkok hitamnya itu juga mengingatkan bahwa pembelajaran berbasis AI juga harus selaras dengan pengetahuan literasi dan numerasi. Peserta didik diarahkan untuk berpikir kritis dalam hal numerasi daripada sekadar menghafal teori.
Begitupula
dengan literasi yang juga harus diperkuat, peserta didik yang terbiasa membaca
layar komputer atau telepon genggam juga jangan sampai terlena dan meninggalkan
kebiasaan membaca buku atau sekadar menjawab pertanyaan melalui kertas ujian. ■ rabitha maha