DIWEK - Memasuki musim perayaan HUT ke-79 RI, Gusdurian Jombang turut mengawalinya dengan satu agenda yang bernas. Pada (31/7), bertempat di Ruang Audio-Visual Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy'ari, forum 17-an Gusdurian Jombang diselenggarakan dengan tema Tambang Untuk Ormas Tumbang Untuk Umat.
Dipantik langsung oleh Inayah Wahid selaku aktivis Gusdurian, dan juga Roy Murtadho aktivis dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), diskusi dalam forum 17-an yang di dominasi oleh mahasiswa, berlangsung semarak. Kendati santai, namun substansi dari pendiskusian ormas dengan tambang ini tetap berisi. Sehingga mampu memantik beberapa mahasiswa untuk mempertanyakan, apa yang melatarbelakangi hubungan tambang dengan ormas keagamaan, hingga nanti seperti apa efek yang dihasilkannya.
Apakah memang mampu membawa kemaslahatan umat, atau justru sebaliknya ?
Lubang Bekas Galian Tambang (Menlhk) |
Dari keseluruhan pertanyaan tersebut, Inayah Wahid menjawab seraya menegaskan bahwa, posisi Gusdurian tegas menolak pemberian ijin tata kelola tambang kepada ormas keagamaan. Fokus penolakan ini, dilatarbelakangi oleh beberapa hal.
Diantaranya, pembuatan aturan di dalamnya sekaligus dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan yang tergolong dalam industri ekstraktif.
"Di Indonesia, pertambangan memiliki jejak yang sangat problematik. Oleh karenanya, pemberian ijin ini sama halnya membedaki wajah yang bopeng. Artinya, gejala kerusakan lingkungan karena pertambangan ini tidak bisa dipulihkan," ujar Inayah Wahid.
Inayah Wahid dan Roy Murtadho Saat Memantik Pendiskusian (Gusdurian Jombang) |
Lebih lanjut, Inayah Wahid menambahkan bahwa, penolakan pemberian ijin pertambangan kepada ormas keagamaan, tentu tidak sesuai dengan fungsi dan keberadaannya di masyarakat.
"Fungsi ormas keagamaan bukan pada pertambangan. Sebab dampak kerusakan pertambangan, justru telah nyata merugikan banyak masyarakat. Maka sikap penolakan ini jelas, juga karena posisi masyarakat selalu menjadi korban," imbuh Inayah Wahid.
"Bencana sosial ekologis yang muncul dari Industri Ekstraktif Pertambangan ini tak hanya terjadi di kasus Lumpur Lapindo. Bencana serupa juga terjadi dan semakin meluas di pelbagai tempat. Tidak peduli pemukiman warga, kawasan lindung-konservasi, kawasan rawan bencana, hingga wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil." (Jaringan Advokasi Tambang, 2023)
Menambahkan penjelasan Inayah Wahid, Roy Murtadho nilai dari pendiskusian ormas keagamaan dan dunia pertambangan, berkorelasi dengan krisis iklim yang terjadi saat ini.
"Sebagai industri ekstraktif, pertambangan tidak membawa masa depan lebih baik. Sumber Daya Alam kian habis, lalu memicu perang. Akibatnya, dunia menghadapi kerentanan yang luar biasa. Karena pertambangan merupakan corak ekonomi kapitalisme," terang Roy Murtadho.
Para peserta Forum 17-an Gusdurian Jombang (Gusdurian Jombang) |
Terakhir, Inayah Wahid juga berpesan, untuk kawula muda agar tidak pernah ragu dalam memposisikan diri pada gerakan sosial saat ini. Setidaknya, generasi muda, pelajar maupun mahasiswa senantiasa berdiri pada kebenaran dan tidak berada dalam koridor pembuat kerusakan sosial ekologis. ■donny darmawan