NASIONAL - Bulan September merupakan salah satu bulan yang penuh sejarah kelam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Oleh karenanya, bagi sebagian kalangan, mulai dari seniman, aktivis HAM, jurnalis, sampai budayawan, secara khusus, Bulan September juga dimaknai sebagai September Hitam.

Mengapa demikian ? 

Suciawati Istri Alm Munir Membawa Poster Aksi
(ist)

Menukil dari Amnesty Indonesia, di Bulan September memang banyak rentetetan peristiwa serta tragedi kemanusiaan yang terjadi. Mulai dari kasus Pembunuhan Aktivis HAM Munir Said Thalib, Tragedi Tanjung Priok 1984, Pembunuhan Pendeta Yeremia Papua, Wafatnya Salim Kancil, Tragedi Semanggi II 1999, Aksi Reformasi Dikorupsi 2019, dan Peristiwa 30 September 1965.


Berdasarkan data di atas, Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia, Sumardiansyah Perdana Kusuma menjabarkan, kasus pelanggaran HAM dalam sejarah Indonesia, tidak diungkap rinci dalam buku pelajaran sekolah. 

Mengutip dari Jaring.id. dalam liputannya yang bertajuk HAM Absen dari Pendidikan, Sumardiansyah Perdana Kusuma menambahkan, persoalan belum masuknya materi sejarah pelanggaran HAM di sekolah ialah, terdapatnya perbedaan sikap di kalangan guru sendiri. 

"Ada guru sejarah yang memang mengajarkan, ada sebagian yang tidak. Ini tidak lepas dari kontroversi sejarah kasus pelanggaran HAM yang ada. Selain itu juga menyangkut hal ideologis, jadi guru tidak menyampaikannya. Tetapi lewat Kurikulum 2013, sebenaranya materi ini sudah bisa diajarkan asalkan dengan sumber kredibel dan rasional," ujar Sumardiansyah Perdana Kusuma.

Aksi Peringatan 19 Tahun Kasus Munir
(ist)

Terlepas dari kontroversi maupun hal ideologis, menurut Sumardiansyah Perdana Kusuma, pengetahuan siswa terhadap pelanggaran HAM di masa lalu cukup penting dan relevan. Sebab, nilai pentingnya untuk mengajak siswa empati supaya kejadian pelanggaran HAM tidak berulang kedepannya.

Sementara itu, dari hasil riset Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Litbang Kompas menunjukkan, pengetahuan siswa atas pelanggaran HAM di masa lalu memang belum utuh. Sebanyak 1200 responden yang dilibatkan dari 34 provinsi, tidak lebih dari 50% yang mengetahui adanya kasus dan tragedi pelanggaran HAM di masa lalu.

Rinciannya, 38,6 responden yang mengetahui Tragedi 30 September 1965, 36,5 persen mengetahui penghilangan paksa aktivis 98, 37,3 persen yang tahu soal penembakan mahasiswa Trisakti dan Semanggi 1998-1999. 

Merunut hasil tersebut, Choirul Anam selaku Komisioner Komnas HAM, mengakui bahwa pendidikan tentang HAM dengan segala prinsip, kasus dan penyelesaiannya pelanggaran HAM memang perlu diajarkan di sekolah.

Peringatan 40 Tahun Tragedi Tanjung Priok
(ist)

"Sebab dalam pendidikan sendiri, nilai kemanusiaan harus ditanamkan. Termasuk mengenalkan dan mengajarkan prinsip penegakan Hak Asasi Manusia," ujar Choirul Anam. donny darmawan
Lebih baru Lebih lama