MOJOAGUNG - Jombang, memang masyhur dikenal sebagai tanah kelahiran para tokoh pemikir kebangsaan yang mayoritas berasal dari kaum santri. Hingga kini, pemikiran dan perjuangan para tokoh ini masih hidup dan esensinya tak pernah lekang oleh zaman.


Baca Juga : Ada Cerita Kecek di Teater Pitulikur !


Sebagaimana pemikiran dan perjuangannya Gus Dur terhadap dunia pluralisme. Dimana kerukunan antara budaya, tradisi, dan agama, memang menjadi salah satu arus utama sumbangsih pemikiran Gus Dur pada Indonesia. 


Keluarga Besar Kelenteng Boo Hway Bio 
(ist)


Sejarah mencatat, saat Gus Dur menjadi Presiden (1999-2001), kran budaya dan tradisi Tionghoa mulai dibuka. Pun, sampai hari ini, budaya dan tradisi Tionghoa menjadi khazanah kearifan di Indonesia. Seperti yang ada di Kelenteng Boo Hway Bio Mojoagung.


Terletak di sisi utara Taman Mojoagung, Kecamatan Mojoagung, Kelenteng Boo Hway Bio ini telah berumur 74 tahun. 


Reza Liem, Ketua Yayasan Kelenteng Boo Hway Bio saat dikonfirmasi Redaksi Majalah Suara Pendidikan via WhatsApp pada (1/2/2025), menjabarkan, secara historis keberadaan Kelenteng Boo Hway Bio ini lebih tua dari usia yang terdata secara tertulis di yayasan.


Reza Liem Saat di Salah Satu Altar.
(ist)

"Dari para leluhur, termasuk kakek dari ayah saya ialah pendiri Kelenteng Boo Hway Bio ini. Nah, untuk tahunnya berkisar diantara 1900 sampai 1920-an. Menurut cerita, dulunya bangunan Kelenteng Boo Hway Bio ini berawal dari Rumah Kongco, atau rumah dan tempat berkumpulnya para saudagar. Kemudian, ketika para saudagar yang berasal dari banyak daerah ini sukses, maka mereka menjadi donatur di Kelenteng Boo Hway Bio," terang Reza Liem.


Tradisi Jawa dan Budaya Tionghoa yang Melebur


Merunut pada keterangan akun sosial media Kelenteng Boo Hway Bio, terdapat beberapa bagian ruang dan bangunan inti di dalamnya. Diantaranya 17 Hiolo dan Altar. Termasuk 3 Hiolo Thian Kong. Termasuk pula 1 bangunan khusus di lantai dua yang dipergunakan untuk memuja Tri Nabi.


Baca Juga : Pendidika Inklusif Harus Merdeka dan Setara


Menariknya, dari sisi budaya, Kelenteng Boo Hway Bio juga tidak meninggalkan tradisi jawa. Semacam selametan pada pasaran hari tertentu. 


"Di sini, setiap Jumat Legi terdapat prosesi Selametan Jumat Legi Eyang Djugo. Eyang Djugo sendiri, juga merupakan leluhur masyarakat Tionghoa dan Jawa yang saat ini petilasannya ada daerah Gunung Kawi. Oleh karenanya, tradisi dari para leluhur kami yang juga menghormati Eyang Djugo, diwariskan pada tiap generasi. Dan Selametan Jumat Legi Eyang Djugo ini pun terbuka bagi siapapun. Tidak terkhusus bagi warga Tionghoa saja," terang Reza Liem.


Kegiatan  di Kelenteng Boo Hway Bio
(ist)

Selain budaya dan tradisi yang melebur, Yayasan Kelenteng Boo Hway Bio juga aktif berkontribusi secara sosial pada masyarakat sekitar. 


Baca Juga : Apa Itu Ekstrakurikuler Rumahan di SDN Kayen Bandar Kedungmulyo ?


Bagi Reza Liem, sumbangsih Kelenteng pada masyarakat menjadi motivasi dalam menjalankan dharma agama secara sosial.


"Kami tidak ingin, Kelenteng terlihat dan terkesan seperti bangunan yang mati. Maka, secara sosial pun, kami hidupkan bersama masyarakat, lintas suku maupun agama. Jadi pada prinsipnya Kelenteng Boo Hway Bio ini terbuka bagi siapapun, asal tetap saling menghormati dan menjaga tata krama. Kami juga tidak merasa berbeda. Toh, di tahun 1998 dulu, kami disini juga adem ayem. Maka dari itulah, Kelenteng ini memang yayasan sosial yang mesti berjalan fungsi sosialnya dalam membantu masyarakat," tegas Reza Liem.


Kunjungan SDN Mojotrisno Mojoagung
(ist)

Reza Liem menambahkan, bentuk kontribusi sosial tersebut telah rutin diprogramkan. Mulai dari pembagian tali asih dan sembako yang dilakukan setahun dua kali. Yakni, saat Bulan Agustus dan Ramadan. Serta ketika musibah banjir melanda beberapa desa di Kecamatan Mojoagung, Yayasan Kelenteng Boo Hway Bio juga turut menyalurkan bantuan.


Baca Juga : Yuk Kepoin Teater Socatirta


"Kemarin, saat banjir, selama dua hari, kita distribusikan bantuan sebanyak 1000 paket makanan bagi masyarakat terdampak. Jadi kembali pada intinya tadi, bahwa ajaran dan tradisi kami adalah bentuk dharma kepada sesama," tandas Reza Liem. ❏ Alfian Widhi Santoso / Donny

Lebih baru Lebih lama