JOMBANG - Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, begitulah bunyi UUD 1945 Pasal 31 ayat (1). Pasal ini mengamanatkan bahwa semua warga negara, termasuk anak-anak yang memiliki keterbatasan atau yang berada dalam kondisi kurang beruntung, berhak mendapatkan pendidikan, terutama pendidikan dasar dan wajib.


Kebutuhan akan pendidikan tidak hanya bagi mereka yang mampu, baik secara materi, fisik, kondisi sosial budaya, dan lainnya. Pendidikan menjadi hak setiap anak bangsa yang wajib dipenuhi oleh pemerintah. Hal ini untuk memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi masyarakat sebagai pemenuhan hak anak-anak, tidak terkecuali anak penyandang disabilitas.


Baca Juga : Ahmad Fatih Hasan Basry Tenang dan Tajam Gambarnya


Dalam kegiatan Webinar bertajuk Education For All (08/2021) yang diselenggarakan Direktorat Sekolah Dasar, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd., Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud-ristek menegaskan, jika satuan pendidikan inklusif merupakan tanggung jawab pihak pemerintah daerah. Oleh karena itu, pemda setempat harus dipastikan sudah memberikan hak pendidikan bagi anak-anak.


Sri Wahyuningsih mengatakan bahwa hak penyandang disabilitas dijamin oleh undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas yang mencantumkan hak-hak penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas punya hak memperoleh pendidikan inklusif untuk mengakses pembelajaran bermutu di seluruh tingkatan dan jenis fasilitas pendidikan.


Bimtek Pendidikan Inklusif
(Rabithah)

“Akomodasi yang laik dan berkualitas bagi anak-anak penyandang disabilitas juga tertuang dengan PP nomor 13 tahun 2020. Modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan,” jabar Sri Wahyuningsih.


Melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang senantiasa mengupayakan dukungan bagi satuan pendidikan inklusif agar mampu memberikan pelayanan maksimal.


Baca Juga : Siswa MAN 8 Jombang Berprestasi di Kompetisi Bulutangkis Internasional


Hal ini tertuang dari beberapa Bimbingan Teknis (Bimtek) saat Penerimaan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) setiap tahun. Melalui forum diskusi pendidikan inklusif Kabupaten Jombang, serta kegiatan Focus Group Discussion (FGD) antara Disdikbud Kabupaten Jombang dengan kepala satuan pendidikan yang juga diikuti oleh Waka Kurikulum maupun guru BK. 


Susiana
(Rabithah)

Narasumber Utama FGD Pendidikan Inklusif Disdikbud Kabupaten Jombang sekaligus Pembina Musyawarah Guru Bimbingan Konseling, Dra. Susiana, M.Si. menyampaikan bahwa tujuan umum dari FGD pendidikan inklusif adalah untuk menyatukan persepsi mengenai isu, topik, atau kebijakan tertentu dalam program pendidikan inklusif, dengan harapan dapat mencapai kesepakatan dan pemahaman, pemahaman serta pencapaian hal baru terkait isu yang dibahas setiap tahunnya.


Catatan Peserta Bimtek
Pendidikan Inklusi
(Rabithah)

Susiana menekankan bahwa setiap PDBK memiliki program belajar secara individu yang memungkinkan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki sesuai dengan kemampuan. Kunci utama yang prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah bahwa semua anak tanpa terkecuali dapat belajar melalui bantuan dan kerjasama antara guru, wali peserta didik, dan temannya. Karena itu, untuk melaksanakan pendidikan inklusif diperlukan perubahan pola pikir, penataan secara teknis, kebijakan, budaya, pengelolaan kelas, dan dilakukannya prinsip adaptasi.


“Prinsip adaptasi dalam pendidikan inklusif mengharuskan satuan pendidikan memperhatikan tiga dimensi, yang meliputi, kurikuler, instruksional, dan lingkungan belajar. Adaptasi kurikuler terkait penyesuaian isi, materi, atau kompetensi yang dipelajari. Adaptasi instruksional mengacu pada cara, metode, dan strategi yang dapat digunakan peserta didik untuk menguasai materi atau kompetensi yang ditargetkan. Adaptasi lingkungan belajar berkaitan dengan perencanaan pembelajaran baik waktu, dan guru yang bertanggungjawab, termasuk ketersediaan sarana prasarana, alat bantu dan sumber belajar yang sesuai,” jelas Susiana yang pada Bulan Agustus 2024 ini mulai memasuki masa purna tugas sebagai Pengawas SMP Disdikbud Kabupaten Jombang.


Baca Juga : Anggaran Pendidikan Berkurang 15,7 Triliun


Sementara itu, Ketua Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) sekaligus Ketua Asosiasi Bimbingan Konseling Indonseia (ABKI) Kabupaten Jombang, Makhshushotin, S.Pd. menerangkan bahwa Disdikbud Kabupaten Jombang sudah memberikan perhatian khusus pada ABK, dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati Jombang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kabupaten Jombang. 


Makhshushotin
(ist)


Tindak lanjut dari peraturan tersebut maka beberapa satuan pendidikan ditunjuk sebagai sekolah inklusi. Namun demikian pada pelaksanaannya masih diperlukan perbaikan, hal ini dapat dilihat dari masih banyak sekolah yang belum siap melaksanakannya baik dari segi kelengkapan sarana prasarana maupun kualitas sumber daya manusianya (pendidik). 



Baca Juga : ChatGPT : Cepat Tak Selalu Tepat


Guru atau pendidik di sekolah inklusif masih banyak yang belum mempunyai bekal terhadap cara penanganan ABK, hal ini dapat terlihat dari bagaimana guru merancang pembelajaran dengan membuat RPP yang masih diperuntukkan untuk seluruh PDBK.  Ketidakmampuan membuat RPP akomodatif yang seharusnya memfasilitasi dan mewadahi ABK akan berdampak pada pembelajaran ABK itu sendiri. 


Tanya Jawab Saat Bimtek Pendidikan
Inklusi
(Rabithah)

Guru PDBK SMP Negeri 1 Kesamben itu memungkasi bahwa meskipun Disdikbud Kabupaten Jombang sudah acapkali mengadakan pelatihan atau Bimtek untuk sekolah inklusi namun sebagai tindak lanjut dari Bimtek tersebut adalah perlunya pengawasan dan kerjasama dari berbagai pihak agar dapat mewujudkan sekolah inklusi yang ramah anak, aman dan menyenangkan. Terutama dalam program Merdeka Belajar dan Merdeka Mengajar yang saat ini gencar diupayakan, Sehingga hakikat pendidikan inklusi sejatinya dapat merdeka dan setara. rabitha maha

Lebih baru Lebih lama