KUDU - Sebutan ‘santri’ tidak asing bagi masyarakat kita, khususnya umat islam di Indonesia. Sebutan ini telah melekat pada orang yang sedang belajar ilmu agama islam dan berguru pada seorang kyai. Dan tempat mereka melakukan rutinitas belajar sekaligus bermukim untuk tinggal dalam kurun waktu tertentu disebut ‘pesantren’. Dalam tumbuh dan kembangnya, keberadaan pesantren di Indonesia telah ada sejak lintas generasi Wali Songo yang terkenal sebagai penyebar Islam di tanah Jawa.


Baca Juga : JCC 2024 : Ajang Promosi Budaya dan Seni Kota Santri


Yang unik untuk dicermati, bagaimana sebutan santri itu bisa secara meluas dan  akrab di lisan dan telinga masyarakat Jawa khususnya, walaupun kata santri tidak diadopsi dari Bahasa Arab. Sekali lagi, hal ini menunjukkan begitu mendalam dan arifnya strategi dakwah para ulama dan pensyiar islam terdahulu. 


Hal ini dilakukan tentunya dengan alasan bagaimana kehadiran mereka bisa diterima. Untuk selanjutnya bisa membaur  dengan masyarakat setempat dan secara santun menyampaikan ajaran islam. Sebagaimana Peribahasa Jawa menuturkan, keno  iwak’e ojo nganti buteg banyune, maka hal inilah yang menjadi strategi syiar Islam oleh Wali Songo yang dilakukan dengan lembut halus tanpa menimbulkan gejolak gemuruh di sekitarnya.


Siswa SDN Kepuhrejo I Kudu Mempraktikkan
Bebedan
(ist)

Apa buktinya ? salah satunya bisa kita lihat dari pemakaian Sarung atau Bebedan ini. Tentu ini sudah menunjukkan betapa toleran dan bijaknya pendahulu pejuang Islam di tanah air dalam memberikan ruang budaya lokal agar bisa menyatu dalam etika kesopanan bersosial dan menutup aurat ketika beribadah.


Baca Juga : Dongeng Edukasi Jadi Senjata Penangkis Bully


Justru sampai hari ini, Bebedan Sarung menjadi sebuah trend. Dimana penggunaan sarung berkembang dengan motif jarik yang khas dengan batik Nusantara. 


Mewedar Makna Bebedan dan Resolusi Jihad


Bebedan yang mengandung arti pesan manusia harus’ ubed’ selalu tekun & rajin penuh semangat giat  dan ikhtiyar dan menyadari bahwa setiap perjalan hidupmya akan  dihadapakan pada kondisi dan situasi yang berubah ubah.


Relevansinya juga bersinggungan dengan perjalanan sejarah perjuangan Bangsa ini yang tak lepas dari peran kaum santri. 


Baca Juga : Belajar Pendidikan Lingkungan dari Jepang


Sebagaimana Resolusi Jihad yang difatwakan Oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagai tonggak sejarah yang mengilhami adanya Hari Santri Nasional, adalah momentum yang mengabarkan kepada generasi bangsa ini, bagaimana santri dengan panduan dan seruan komando para ulama begitu terbukti ampuh untuk menyatukan gerak langkah bersama sama rakyat lainnya untuk bangkit dan melawan penjajah

Ragam Sarung yang Dikenakan oleh Siswa
SDN Kepuhrejo I Kudu
(ist)

Hal ini juga menjadi bukti nyata, sejak dahulu pesantren yang notabene sebagai tempat para santri mengaji belajar ilmu agama juga menjadi salah satu lumbung kekuatan dan ketahanan bangsa Indonesia.  


Baca Juga : Menyalakan Pelita di SDN Cukir II Diwek


Selain memperkuat ketahanan yang menanamkan dan melatih cara hidup yang pada aktualiasasinya menjadi manusia beradab, Pesantren secara natural juga memperluas jaringan ketahanan bangsa ini ke pelosok penjuru negeri. Praktiknya, saat mereka kembali ke daerah asal dan menebarkan benih benih perjuangan yang mereka peroleh di pesantren untuk ditanam pada ladang juang dakwah di lingkungannya. 


Penulis : Guru Pendidikan Agama Islam, SDN Kepuhrejo I Kudu, Hartono, S.Pd.


*) Tulisan telah di sunting oleh Redaksi Majalah Suara Pendidikan untuk penyesuaian sistematika penulisan. 

Lebih baru Lebih lama