CERPEN - Angin sore berembus lembut, menyapu daun-daun kering yang berserakan di halaman rumah kecil itu. Langit tampak temaram, seolah ikut merasakan kesedihan yang menggelayuti hati seorang gadis yang duduk sendirian di ambang pintu.
Wajahnya masih sembab, air matanya belum benar-benar kering sejak kepergian mamaknya pagi tadi.
Namanya Kaissa, seorang gadis yatim yang sejak kecil hanya hidup berdua dengan mamaknya. Ayahnya telah tiada sejak ia masih balita, meninggalkan mereka dalam keterbatasan.
Yuk Baca : Sekolah Primadona ? Yang Bagaimana ?
Meski begitu, mamaknya selalu berusaha memberikan yang terbaik. Mamak adalah segalanya bagi Kaissa. Tempatnya berbagi cerita, tempatnya berlindung, dan satu-satunya keluarga yang ia miliki.
Namun, sejak beberapa bulan terakhir, kesehatan mamak semakin menurun. Tubuhnya semakin lemah, batuknya semakin sering, dan wajahnya semakin pucat. Berkali-kali Kaissa membujuk mamaknya untuk berobat, tapi mamak selalu berkata, "Mamak baik-baik saja, nak."
Sampai akhirnya, pagi tadi, mamak tertidur lebih lama
dari biasanya. Dan tak pernah bangun lagi.
Suasana rumah menjadi begitu sepi. Orang-orang yang tadi
datang melayat sudah pulang, meninggalkan Kaissa sendirian dalam duka. Ia masih
tak percaya bahwa kini ia benar-benar sendiri di dunia ini.
Yuk Baca : Perkaya Imajinasi Anak dan Remaja Lewat Petualangan Putri Salma
Kaissa memandangi ruang tamu kecil mereka. Tempat Mamak
biasanya duduk menyulam kain atau menenun tikar untuk dijual.
Dan, sudut itu kini terasa begitu kosong. Tak ada lagi
suara lembut Mamak yang selalu memanggilnya. Tak ada lagi tangan hangat yang
mengelus kepalanya saat ia merasa lelah.
Saat ia tengah termenung di teras, seorang tetangga
datang menghampirinya.
"Kaissa, ini ada surat dari Mamakmu," kata Bu
Siti. Selama Mamaknya sakit, Bu Siti inilah yang sering membantu Kaissa dan Mamaknya.
Ilustrasi Sepucuk Surat Mamak
(Penulis)
"Sebelum meninggal, Mamakmu menitipkannya padaku untuk diberikan kepadamu,"
Dengan tangan gemetar, Kaissa menerima surat itu. Kertasnya sedikit lusuh, tapi tulisan mamaknya masih terlihat jelas. Perlahan, ia mulai membacanya.
Jika kau
membaca surat ini, berarti Mamak sudah tidak ada di sampingmu lagi. Mamak tahu,
pasti rasanya berat, pasti kau merasa sendirian. Tapi, Nak, Mamak ingin kau
tahu satu hal: kau tidak pernah benar-benar sendiri.
Hidup ini
memang penuh cobaan, tapi Mamak ingin kau tetap kuat. Jangan biarkan kesedihan
membuatmu lupa bahwa kau adalah gadis yang baik dan kuat. Teruslah berbuat
baik, nak. Karena saat kita berbuat baik, dunia akan mengirimkan orang-orang
baik untuk mengelilingi kita.
Jangan takut
menjalani hidup. Jangan takut melangkah. Ada banyak orang di luar sana yang
akan menyayangimu, asalkan kau tetap menjadi Kaissa yang penuh kasih seperti
yang Mamak kenal.
Mamak
mungkin tidak lagi bisa menemanimu, tapi Mamak akan selalu ada di hatimu.
Dengan penuh cinta,
Mamak.
Air mata kembali jatuh membasahi pipinya. Kaissa menggenggam erat surat itu, seolah ingin menyerap setiap kata yang ditulis mamaknya. Ada perasaan hangat di hatinya meski kesedihan masih begitu kuat.
Ia tahu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Namun, ia
juga tahu bahwa mamaknya tidak ingin ia larut dalam kesedihan. Dengan napas
yang masih berat, Kaissa menghapus air matanya.
Ia melipat surat itu dengan hati-hati, lalu memasukkannya ke dalam kotak kecil tempat ia menyimpan barang-barang berharga. Ini akan menjadi pengingat bahwa Mamaknya selalu ada di dalam hatinya. Bahwa ia harus terus maju dan menjadi orang baik seperti yang diharapkan Mamaknya.
Yuk Baca : Bagaimana Peran Pendidikan Terhadap Kelestarian Lingkungan Saat Ini ?
Hari mulai gelap. Kaissa menyalakan lampu minyak di ruang
tamu, lalu berjalan ke dapur. Ia membuka lemari dan melihat beberapa bahan
makanan yang masih tersisa. Ia ingat, Mamaknya
selalu mengajarkannya untuk berbagi.
Sore itu, meskipun dadanya masih terasa sesak, Kaissa
membawa sepiring nasi dan lauk sederhana ke rumah Bu Siti. Ia
ingin membalas kebaikannya selama ini, meskipun hanya dengan hal kecil.
"Terima kasih, Kaissa. Kamu anak yang baik," kata Bu Siti sambil tersenyum haru.
Kaissa tersenyum kecil. Ia tahu, hidupnya tidak akan mudah. Akan ada banyak tantangan, akan ada hari-hari di mana ia merasa lelah dan sendiri. Tapi ia juga tahu bahwa Mamaknya benar. Ketika kita berbuat baik, kita akan dikelilingi oleh orang-orang baik.
Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, meninggalkan semburat jingga di langit. Kaissa menatap langit dengan senyum kecil di wajahnya.
Ia tahu, di suatu tempat di sana, Mamaknya
pasti sedang tersenyum bangga padanya.
Penulis : Aida Nur Safuatin, Mahasiswi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah (UIN Satu Tulungagung)