INTERNASIONAL - Swedia membuat kebijakan yang cukup revolusioner di dunia pendidikan. Dimana sistem belajar di sekolah dikembalikan ke metode konvensional. Buku-buku di setiap kelas dihadirkan kembali, setelah 15 tahun lamanya, pendidikan Swedia berkutar dengan perangkat digital. Mulai dari komputer sampai gadget.
Lalu, apakah Swedia benar-benar menghapus penggunaan perangkat digital dalam pembelajaran ?.
Yuk Baca : Gimana Sih ? Peran AI di Dunia Pendidikan ?
Mengutip dari laman www.government.se, Menteri Pendidikan Swedia, Lotta Edholm, menjabarkan, bahwa kebijakan ini sebagai bentuk respon untuk pengurangan perangkat digital bagi anak-anak di sekolah.
![]() |
Siswa-Siswi SDN Sukoiber I Gudo Saat Berliterasi. (ist) |
"Keterampilan membaca dan menulis masih harus menggunakan buku-buku analog. Itulah mengapa, pena dan kertas masih diperlukan bagi pengembangan membaca dan menulis untuk anak-anak. Selain itu, akses buku di perpustakaan yang dikelola para staff juga harus memadai," ujar Lotta Edholm.
Guna mengoptimalkan peralihan pembelajaran ke buku, Pemerintah Swedia juga telah menggelontorkan dana sebesar 104 euro, atau nilainya setara dengan Rp. 1,76 triliun. Besaran dana ini, sudah di alokasikan sejak tahun 2022 dan sampai puncaknya pada tahun 2025.
Yuk Baca : Mutu Pendidikan Terancam Akibat Efisiensi Anggaran
Keseluruhannya, digunakan untuk mendanai pengadaan buku di setiap kelas, pada seluruh jenjang sekolah di Swedia.
Latar Masalah
Melansir dari Tirto.id. pada tahun 2009 Swedia sudah terlebih dahulu merombak sistem pembelajaran dengan memanfaatkan perangkat digital informasi. Ide awalnya, Swedia ingin membekali siswa-siswinya untuk tanggap teknologi di masa mendatang.
Akan tetapi, masalah lambat laun muncul. Banyak siswa-siswi yang mulai kehilangan fokusnya saat belajar. Selain itu, banyak siswa-siswi yang juga kecanduan berselancar di dunia maya selama pembelajaran berlangsung.
Yuk Baca : Mengapa Anakku Begini ?
Hal tersebut diperkuat dengan hasil PISA terbaru, yang menjelaskan bahwa Swedia mengalami penurunan kompetensi literasi akibat penggunaan perangkat digital untuk pembelajaran.
![]() |
Program Mantra Siber SDN Sukoiber I Gudo (ist) |
Di Indonesia, adalah sebaliknya. Penggunaan perangkat digital dalam pembelajaran seringkali belum diikuti oleh tingginya minat berliterasi. Sehingga buku cetak, dianggap sudah tidak relevan dengan pembelajaran.
Yuk Baca : Ini Kisah Bu Meisa yang Melawan Bully dengan Budaya Literasi
Padahal, menurut Ubaid Matraji, selaku Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, buku cetak harus tetap dijadikan sumber informasi dan pengetahuan di dunia pendidikan. Terkhusus di Indonesia.
"Sebab kalau hanya mengandalkan informasi digital, sumber daya manusia kita belum memadai. Arus informasi digital kita hanya berisi kebencian, maupun hoaks. Sehingga, pemahaman akan literasi khususnya dunia buku mesti diperkuat dan dibudayakan dahulu," ujar Ubadi Matraji dikutip dari Tirto.id. ❏ Redaksi